Kabupaten Trenggalek, yang terletak di Provinsi Jawa Timur, adalah permata yang berkilau di pesisir pantai selatan pulau Jawa. Luas wilayahnya mencapai 1.261,40 km² dan dihuni oleh lebih dari 750.000 jiwa penduduk pada tahun 2022. Selain keindahan alamnya, Trenggalek juga dikenal dengan pesona wisata, budaya, dan kuliner yang sangat unik. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi kekayaan tradisi dan budaya yang membuat Trenggalek begitu istimewa.
Julukan yang Memikat
Sebelum kita memasuki detail tentang tradisi dan budaya Trenggalek, mari kita kenali beberapa julukannya yang terkenal. Kabupaten ini memiliki beberapa julukan yang mencerminkan karakteristik dan daya tariknya yang khas. Di antaranya, Trenggalek dikenal sebagai “Kota Alen-alen,” “Kota Tempe Kripik,” dan “Bumi Menak Sopal.” Julukan-julukan ini menjadi pintu gerbang untuk memahami betapa beragamnya daya tarik Trenggalek.
Seni dan Tradisi yang Memikat
Trenggalek adalah tempat di mana seni dan tradisi hidup dalam harmoni dengan alam dan masyarakatnya. Berikut adalah beberapa seni dan tradisi kabupaten trenggalek yang membuat Trenggalek begitu unik:
1. Tari Jaranan Turonggo Yakso
Tari Jaranan Turonggo Yakso adalah salah satu kekayaan seni budaya Trenggalek yang sangat terkenal. Tarian ini menggabungkan unsur-unsur tradisional dengan inovasi yang unik. Yang membuatnya berbeda adalah penggantian properti jaran dengan buto, makhluk mitologis. Tarian ini tidak hanya hiburan visual, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Itu adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya. Tarian Jaranan Turonggo Yakso adalah bagian dari tradisi baritan, yang merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Dongko saat musim panen. Bahkan, tarian ini telah menjadi ikonik bagi Trenggalek dan menjadi simbol kesenian daerah ini. Setiap tahun, Trenggalek menggelar Festival Turonggo Yakso untuk merayakan warisan budaya ini.
2. Seni Tayub
Selain Tari Jaranan Turonggo Yakso, Trenggalek juga terkenal dengan seni Tayub. Seni Tayub adalah tarian kelompok di mana lebih dari satu penari terlibat dalam penampilan. Jumlah penari dalam Tayub bisa mencapai puluhan, tergantung pada ukuran panggung yang tersedia. Tayub adalah seni yang indah yang menggabungkan gerakan tarian dengan musik tradisional. Biasanya, seorang laki-laki memimpin tarian sambil dibantu oleh tledek, yang adalah pemandu tari perempuan. Sebelum naik ke panggung, para penari laki-laki diberikan sampur (selendang) sebagai properti tari. Tayub adalah salah satu seni yang penting dalam budaya Trenggalek dan sering dipentaskan dalam hajatan, upacara adat, dan peringatan khusus. Namun, tidak semua orang dapat menggelar Tayub, karena biayanya cukup tinggi, termasuk biaya sewa gamelan, pembayaran pemain gamelan, penyanyi, dan tledek.
3. Terbang Elo
Terbang Elo adalah seni tradisional yang berasal dari Desa Pandean, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek. Seni ini melibatkan alat musik tradisional seperti jedor, kendang Panjang, dan rebana, yang dimainkan oleh tujuh orang laki-laki lansia, termasuk seorang vokalis. Syair yang dinyanyikan dalam Terbang Elo berisi pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa dan rasa syukur atas berkah hidup. Untuk menyaksikan seni tradisional Terbang Elo, Anda dapat mengunjungi Desa Wisata Pandean, di mana pertunjukan ini sering diadakan untuk pengunjung yang tertarik.
4. Ngitung Batih
Ngitung Batih adalah tradisi kabupaten trenggalek yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Dongko, Trenggalek, untuk menyambut tahun baru 1 Suro atau 1 Muharram. Tradisi ini sudah ada selama ratusan tahun, tetapi sejak tahun 2014, acara ini dipusatkan di pusat kecamatan. Ngitung Batih memiliki arti harfiah ‘menghitung anggota keluarga.’ Dalam konteks tradisi ini, seluruh anggota keluarga berkumpul sebagai tanda persatuan dan sebagai momen introspeksi diri di awal tahun. Tradisi ini juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen dan kebaikan yang diberikan dalam tahun sebelumnya, serta sebagai doa untuk tahun yang akan datang.
5. Sinongkelan
Sinongkelan adalah salah satu adat yang sangat penting bagi masyarakat Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek. Pada tahun 2021, Adat Sinongkelan diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Sinongkelan adalah upacara yang rutin diadakan sekitar bulan purnama, biasanya pada Jum’at Legi di Bulan Sela dalam kalender Jawa. Yang membuat Adat Sinongkelan unik adalah cerita legenda tentang Kanjeng Sinongkel, sosok misterius yang menjadi fokus upacara ini. Meskipun identitas pasti Kanjeng Sinongkel masih menjadi misteri, beberapa versi mengatakan bahwa ia adalah keturunan Prabu Brawijaya atau bahkan pelarian Raja Mataram atau Pakubuwana ke-2. Setiap tahun, masyarakat Desa Prambon mengadakan upacara Adat Sinongkelan sebagai ungkapan rasa syukur atas perjuangan leluhur mereka dalam menjaga alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6. Larung Sembonyo
Kekayaan hasil laut di Kabupaten Trenggalek begitu melimpah, terutama bagi para nelayan. Kondisi ini menginspirasi sebuah tradisi unik di Desa Prigi, Kecamatan Watulimo, yaitu Tradisi Larung Sembonyo. Larung Sembonyo adalah bentuk budaya sedekah laut yang telah ada secara turun-temurun di kalangan nenek moyang nelayan Prigi. Tradisi ini adalah ungkapan rasa syukur atas melimpahnya hasil laut dan permohonan keselamatan bagi para nelayan yang mencari ikan di laut.
Cerita tradisional tentang peristiwa gaib melibatkan seorang Tumenggung dan pasukannya yang melakukan perluasan wilayah atau babad alas di daerah tersebut adalah asal mula Larung Sembonyo. Menurut kepercayaan masyarakat pesisir pantai Prigi, tradisi kabupaten trenggalek ini diselenggarakan pada Senin Kliwon bulan Selo dalam penanggalan Jawa. Ketika tradisi ini tidak dilakukan, masyarakat meyakini bahwa akan terjadi panen yang gagal, kesulitan dalam menangkap ikan, penyebaran penyakit, bencana alam, dan berbagai kesulitan lainnya.
7. Longkangan
Masyarakat nelayan di Teluk Sumbreng, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, memiliki tradisi khusus yang disebut Adat Longkangan. Adat ini adalah upacara labuh laut yang dilakukan sebagai simbol perwujudan rasa syukur nelayan atas nikmat Allah SWT. Tradisi ini dilakukan setiap tahun pada hari Jum’at Kliwon bulan Sela dalam penanggalan Jawa.
Adat Longkangan melibatkan pelepasan tumpeng agung ke tengah laut Selatan Jawa sebagai penghormatan kepada leluhur yang telah membuka wilayah sebagai pemukiman. Menurut legenda, Rara Puthut adalah orang yang membuka kawasan Munjungan sebagai pemukiman. Rara Puthut dipercayai sebagai Ratu Pantai Selatan yang menguasai kawasan Pantai Ngampiran, Blado, Sumbreng, dan Ngadipuro di Kecamatan Munjungan. Upacara ini adalah ungkapan rasa hormat kepada leluhur yang membuka wilayah tersebut dan merupakan cara untuk memastikan keselamatan para nelayan dalam mencari ikan di laut.
8. Baritan
Upacara Adat Baritan adalah cara masyarakat petani dari Desa Salamwates, Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, mengungkapkan rasa syukur mereka. Upacara ini biasanya diselenggarakan sekali setahun, dengan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh atau pawang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang hal tersebut. Pendukung upacara ini adalah para petani dari masyarakat Dongko.
Perlengkapan Upacara Adat Baritan meliputi ambeng (sajian makanan hasil bumi), longkong, dan dadhung (tali terbuat dari bambu). Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari dan diakhiri dengan pertunjukan kesenian tradisional seperti langen Tayub dan pertunjukan lainnya. Upacara Adat Baritan bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT karena masyarakat Desa Salamwates telah diberi kesehatan, ketentraman, dan kemakmuran. Semua usaha pertanian dan peternakan di Desa Salamwates diharapkan berkembang dengan baik, dan para petani dapat meraih hasil panen yang melimpah.
9. Nyadran di Dam Bagong
Kabupaten Trenggalek juga terkenal dengan tradisi Nyadran di Dam Bagong. Tradisi ini diadakan sebagai ungkapan rasa syukur para petani Trenggalek atas keberkahan yang mereka nikmati. Selain itu, juga sebagai penghormatan kepada leluhur yang membuka pemukiman di Trenggalek.
Dalam legenda masyarakat Trenggalek, ada sosok yang sangat terkenal bernama Ki Ageng Menak Sopal. Nama Menak Sopal bahkan diabadikan sebagai nama stadion di Trenggalek. Menak Sopal memiliki peran penting dalam membendung Sungai Bagong. Dengan dibendungnya sungai tersebut, rawa-rawa di Trenggalek mulai kering dan bisa dijadikan pemukiman. Air dari sungai tersebut juga digunakan untuk mengairi sawah dan kebun. Selama proses pembangunan Dam Bagong, Menak Sopal menghadapi berbagai cobaan. Setiap kali bendungan dibangun, selalu saja roboh dan harus dimulai dari awal. Namun, setelah mendapat bisikan, terungkap bahwa pembangunan tersebut diganggu oleh siluman buaya putih. Agar buaya putih tersebut tidak mengganggu lagi, mereka harus memberikan tumbal berupa kepala gajah putih. Singkat cerita, Menak Sopal berhasil mendapatkan kepala gajah putih dari Mbok Rondo di Krandon, Ponorogo. Dalam tradisi Nyadran di Dam Bagong, kepala gajah putih digantikan dengan kepala kerbau.
10. Jamasan
Mendekati bulan suci Ramadan, Trenggalek memiliki tradisi yang sangat menarik, yaitu tradisi Jamasan. Tradisi ini berasal dari Desa Jajar, Kecamatan Gandusari, dan telah dilestarikan selama berabad-abad. Yang membuat tradisi Jamasan unik adalah ritual mandi di salah satu mata air sumber alam.
Menurut warga setempat, lokasi Jamasan biasanya adalah salah satu sumber mata air bernama Wonotirto, yang telah digunakan oleh warga selama berabad-abad. Tradisi ini melibatkan upacara mandi dan membersihkan diri sebagai bentuk persiapan menyambut bulan suci Ramadan. Selain itu, tradisi ini juga sebagai ungkapan rasa syukur atas keberkahan yang diberikan oleh alam dan sebagai penghormatan kepada leluhur yang telah membuka pemukiman di Trenggalek.
Baca Juga : Rekomendasi Tempat Jogging di Trenggalek yang Fresh dan Nyaman
Kekayaan Budaya yang Memukau
Trenggalek adalah harta karun budaya yang tak terbatas. Dari seni tari yang indah hingga tradisi syukur atas hasil laut yang melimpah, Trenggalek memancarkan pesona budaya yang kuat. Setiap tradisi ini adalah cerminan dari rasa syukur, kebersamaan, dan kepercayaan masyarakat Trenggalek terhadap kekuatan alam dan spiritualitas. Dalam memahami dan merayakan kekayaan budaya Trenggalek ini, kita dapat lebih mendalam menghargai keragaman dan warisan budaya yang ada di seluruh Indonesia.